Efek Kejut Medsos
===
Tak dapat dipungkiri, media sosial kini menjelma sebagai pengatur arah semua sektor kehidupan. Mulai dari segi ekonomi, sosial budaya, bahkan politik.
Berita tentang toko-toko konvensional yang gulung tikar karena kalah bersaing dengan toko online, atau menjamurnya transportasi berbasis online yang telah membuat kalang kabut ojek dan taksi konvensional, adalah bukti tak terhindarkan betapa medsos memiliki pengaruh kuat mengubah gaya beli masyarakat.
Kita takkan lupa aksi damai 212 yang bersejarah itu juga berawal dari sebuah kasus yang muncul di media sosial. Betapa banyak figur-figur baru mencuat dikenal masyarakat lewat medsos. Ustadz Abdul Somad merupakan satu di antaranya.
Namanya mulai dibicarakan, ketika video khotbah jumat nya viral di medsos. Setelah itu tiap Ustadz asal Riau ini ceramah, jamaah pasti membeludak.
Media sosial kini menjadi corong utama berita. Bukan lagi media kelas dua. Bahkan media mainstream, seperti televisi pun mengambil berita dari medsos.
Dan ini dianggap merugikan bagi pemilik media yang mempunyai kepentingan politik karena ia tak bisa mengendalikan informasi lagi. Berbeda saat media mainstream menjadi rujukan utama, para pemilik tivi --yang ikut berpolitik-- dengan leluasa menyimpan berita yang dianggap merugikan politiknya, dan menyiarkan berita yang sekiranya akan menguntungkan.
Maka, dulu kita mengenal istilah pencitraan. Dan Presiden Jokowi mendapat berkah pada era Media Mainstream lalu. Bagaimana proyek mobil Esemka di Solo, yang tiap hari diberitakan hingga namanya dikenal luas, dan tak butuh lama, ia pun bisa naik menjadi gubernur DKI, mengalahkan petahana Fauzi Bowo. Tak sampai di sana, media mainstream terus memberitakan aktivitas Jokowi, mulai dari blusukan ke pasar, manjat gardu listrik, sampai masuk gorong-gorong. Frame 'Pemimpin Sederhana dan Merakyat' pun ia peroleh.
Tak ayal, belum genap satu periode memimpin Ibu Kota, Pak Jokowi melenggang menjadi presiden Indonesia, mengalahkan Prabowo yang sudah 5 tahun lebih mengambil ancang-ancang untuk jadi orang nomer satu di negeri ini.
Tapi era sekarang menjadi lebih fair, karena media tak lagi hanya dikuasai pemilik modal. Ketika pemilik modal tak bisa lagi mengatur berita, sebab masyarakat akan segera membalikkan sebuah informasi yang tak benar dengan sangat cepat di media sosial. Segala janji pemerintah, akan masyarakat kritik habis, sudah ditunaikan atau belum lewat jejak digital. Lewat media sosial, rakyat dengan mudah memantau kinerja pemerintah.
Masa pencitraan sudahlah lewat. Berubah menjadi masa pembuktian. Maka jangan heran ketika Pak Presiden mengupload video ia berlatih tinju di istana, atau nonton film remaja di bioskop, atau naik motor modifikasi, direspon kurang bagus oleh banyak rakyat. Karena bukan itu yang diinginkan rakyat dari seorang presiden.
Dan respon rakyat yang kurang puas terhadap kinerja presiden menjadi makin besar dan makin luas di media sosial. Hingga muncullah kaos #2019gantipresiden dan menjadi perhatian khusus presiden. Beliau menanggapi dengan serius pada sebuah pidatonya, "Mana bisa kaos bisa ganti presiden?"
Sebenarnya presiden bukan takut pada Kaos nya, tapi pada efek kejut saat menjadi viral di medsos.
Ini bisa berbahaya bagi kelanjutan jabatannya. Sebab sekali lagi, peran media sosial sulit dibendung. Karena semua bebas mengutarakan pendapatnya tentang apa pun tanpa perlu melewati editorial.
Berbagai cara untuk membuat netizen meminimalkan menyinggung pemerintah di medsos, mulai dari diberlakukan UU ITE, atau seorang menteri yang menyarankan agar rakyat puasa media sosial selama masa pilkada dan pilpres, sampai usulan menteri komunikasi dan informasi agar fb sementara diblokir. Tapi netizen bergeming. Tetap bermedsos.
So, bagi yang ingin #2019gantipresiden silakan gencar tawarkan calon pemimpin baru yang bisa memberi gagasan dan harapan Indonesia akan jauh lebih baik daripada rezim saat ini.
Dan bagi presiden, tak perlu cemas. Ibarat lomba lari, sebenarnya Anda sudah berlari duluan karena kini memiliki semua fasilitas, dan bisa berbuat apa pun sebagai penguasa untuk merebut simpati rakyat. Tinggal esok buktikan saja, apakah janji-janji selama kampanye 2014 sudah terpenuhi semua? Janji tentang Indosat bakal di-buy back, janji tidak akan impor beras dan garam, janji mempersulit tenaga kerja asing dan mengutamakan tenaga lokal, janji ekonomi Indonesia meroket. Sudah terpenuhi?
Jika sudah, sampaikan ke masyarakat lewat medsos.
Jika tidak, sepertinya kaos #2019gantipresiden bakal makin dicari oleh masyarakat.
***
Surabaya, 10 April 2018
Fitrah Ilhami
Selasa, 10 April 2018
Efek kejut Medsos
Jakarta, Indonedia
Karangraharja, Cikarang Utara, Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar